Wednesday 19 October 2011

PUISI NOSTALGIA

MENGGIGIT LANGIT

duga dalam lautan hidup
merambat kian ke mari dalam nostalgia
peradaban tempang telah sirna
kita kembali merasakan warna jingga
 melempang rasa dalam kabut petang
  hujan berlari dalam diam-diam
    terbenam di bawah payung hakiki
      jalan-jalan jadi lempang
        tenang.
warni pelangi di hujung daun
tergenggam oleh tangan peribadi
menggigit langit dalam beban cita
sembari mengalah
melebar ambisi.
masa silam bertumpuk di bawah
bebayang pohon cemara
pantai zaman dengan pasir putih
terkambus
oleh catatan zaman.
kita tetap menunggu nuansa manis
datang dan pergi
merambah dalam sukma peribadi
nyaris menggigit langit
dalam lipatan camar-camar petang.

Ampang, Selangor.
Mac 2010.

HORISONMU

horisonmu kekasih
lengkap dalam nota gemawan cantik
lentik mendaun
terjah pohon-pohon damai
melayah di sela-sela titik jelaga
merembes dengan payah
mengukir jernih habis.

horisonmu kekasih
terbina di hujung sana
dalam lanskap kematu petang
semua bersiap
melafazkan setia janji
kota itu terbina di anjungnya
dengan warna bianglala
yang berlari
di dalam butiran pasir tengah laut
dan buih-buih itu kita kutip
buat pahala kita.

Ampang,Selangor.
April 2010.

ANGIN YANG MENDESIS

suara angin amat kerasnya
menerobos jendela malam
dalam sepi dan terbata-bata
pencarian tak bertepi
ke mana hala mentari kini
segala tak pasti
tinggal malam penuh konserta.

ayuh! kini nyanyikan lagu malam
dalam sepi dini kauterpana
oleh janji-janji angin yang mendesis
lewat di cuping kanan dan kirimu.

suara angin kan terus menggoda
setiap detik yang menjanjikan
pohonan tetap juga akur
bersama daun-daunnya yang garing
gugur satu persatu
seperti puisi kelmarin.

dengarkah kau suara angin mendesis
lewat malam dini yang basah
telah kaurakamkan melodi lembut
dengan jejarimu ini
pasrah segala
yang merambat
yang mengelus
angin dini tetap saja mesra.

Kg.Pasir Panjang, Selangor.
Ogos, 1979.
[Majalah Sarina,Jil.4,No. 41,Ogos, 1979]

PERTANYAAN TAK BERJAWAB

kau, dengarkah suara angin menerobos
kasar-kasar membelah
daun cemara tinggal sehelai
cuma menanti mentari kesian
panasi atau keringi sendiri
ya, kau tentu telah mendengarkan.

ini pertanyaan dari lelakimu
dalam diam-diam, memperkosamu
sejuta kali
lengkap
penuh estetika dan nuansa murni
aduhai, engkau yang berjalan dalam
kamarindu
kau yang mendakap sejugta puisi-puisiku
manis suaramu kucicipi
persis ENGKAU jua yang abadi.

kau, dengarkah suara bayi mengerang
di hujung lautan itu persis lagumu
menikam-nikam sukma sampai sumsum
temulang
aduh, ngeri
tangisan yang bukan kepalang
mencengkam terus
dan dalam perlahan kudengari
tetesan air mata bayi yang keras
di atas sepatuku.

kau, dengarkah suara-suara malam
yang bertanya
yang meredah hutan belukar mimpi
penuh takjub
dan dalam diam aku berbisik:
"kau jarang menjawab
setiap yang kutanyai dan apakah engkau bisu?"

Kg.Pasir Panjang, Sekincan, Selangor.
November 1978.
[Majalah Sarina, Jil.3. No.34, Januari,1979].

No comments:

Post a Comment